Teori Konsumsi dalam Ekonomi Islam
TEORI
KONSUMSI
Disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Ekonomi Mikro Islam
Yang dibimbing oleh :
Nikmatul Masruroh, M.EI
Ø RABIAH
AL ADAWIYAH ISLAMEA (083143184)
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) JEMBER
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
TAHUN 2015 / 2016
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Seperti yang kita
ketahui, manusia ingin menginginkan kebutuhan dan keinginannya terpenuhi untuk
mencapai kebahagiaan, baik dalam aspek material maupun spiritual, dalam jangka
pendek maupun jangka panjang. Seperti kebutuhan pangan, sandang, dan harta
penunjang lainnya demi kelangsunagn hidup mereka.
Dalam pandangan islam,
tentu berbeda penerapan proses konsumsi yang dialakukan dengan yang lain.
Ekonomi islam menggunakan teori-teorinya dari Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah
SAW. Dalam islam, perekonomiannya lebih merujuk pada keselamatan di dunia dan
di akhiratnya. Untuk memperoleh sesutau, ada di dalamnya aturan-aturan yang
wajib diterapkan oleh seorang muslim. Pada saat seorang muslim telah memperolehnay
pun, islam mengatur tata cara menggunakan atau mengonsumsi barang tersebut.
Islam lebih memperhatikan kepada “kehalalan” dari barang-barang yang mereka
konsumsi.
Maka itu, perilaku
seorang muslim dan masyarakat islam yang lain harus melakukan perekonomian
dalam hidupnya berdasarkan ajaran islam yang sudah diatur dalam hukum ekonomi
islam.
1.2 Masalah/Topik
Pembahasan
1. Apa
pengertian konsumsi itu?
2. Bagaimana
Etika konsumi seorang muslim yang benar?
3. Apa
yang dimaksud dengan keinginan?
4. Apa
yang dimaksud dengan kebutuhan?
5. Apa
pengertian mashlahah itu?
6. Apa
yang dimaksud dengan kepuasan?
7. Bagaimana
Mashlahah yang benar dalam nilai-nilai Islam?
8. Bagaimana
Penentuan dan pengukuran mashlahah bagi konsumen?
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan
apa yang diamksud dengan konsumen
2. Menguraikan
etika konsumsi seorang muslim yang benar
3. Menjelaskan
apa keinginan itu
4. Menjelaskan
apa yang dimaksud kebutuhan
5. Menjelaskan
apa yang dimaksud dengan mashlahah
6. Menjelaskan
apa arti kepuasan
7. Menguraikan
tentang mashlahah yang benar sesuai nilai-nilai islam
8. Menguraikan
cara menentukan dan mengukur mashlahah bagi konsumen
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
dan etika konsumsi seorang muslim
Menurut ilmu ekonomi, yang dimaksud
dengan konsumsi adalah setiap kegiatan memanfaatkan, menghabiskan kegunaan
barang dan jasa [1]untuk
memenuhi kebutuhan dalam upaya menjaga kelangsungan hidup. Menurut ahli ekonom
dunia, Albert C. Mayers berpendapat tentang ekonomi, yaitu penggunaan barang
dan jasa yang berlangsung dan terakhir untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Menurut sudut pandang
islam atau dalam prespektif islam, etika berkonsumsi sesuai syariah islam
adalah memakan makanan yang halal. Karena Allah menjelaskan dalam QS An Nahl
ayat 114 :
تَعْبُدُونَ إِيَّاهُ
كُنْتُمْ
إِنْ
اللَّهِ
نِعْمَةَ اشْكُرُوا
وَ
طَيِّبًا حَلَالًا
اللَّهُ
رَزَقَكُمُ
مِمَّافَكُلُوا
“Maka makanlah yang halal lagi baik
dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu dan syukurilah nikmat Allah
jika kamu hanya menyembah kepada-Nya.”
Ayat tersebut dapat
disimpulkan, makanan halal adalah yang tidak dilarang agama[2].
Makanan haram (lawan halal) seperti daging babi, darah, bangkai dan binatang
yang disembeli bukan atas nama Allah Swt. Selain halal, makanan juga harus
bersanding “thayyib” atau baik. Baik disini adalah makanan yang menyehatkan,
makanan yang tidak menjijikkan, proporsional, bersih (aman), dan tidak
membahayakan fisik jika mengkonsumsinya.
Kemudian dari cara
mengkonsumsinya. Allah Swt melarang makan minum yang berlebihan. Termasuk
terlalu kenyang. Karena itu akan membahayakan kesehatan di alat pencernaan kita
bahkan merusak pikiran.
2.
Kebutuhan
dan keinginan
Kebutuhan merupakan
segala sesuatu yang harus dipenuhi agar suatu barang berfungsi secara sempurna.
Seperti, pakaian untuk menutup aurat, alas kaki sebagai pelindung kaki. Contoh
lain seperti atap rumah, pintu dan jendela. Yang semua benda-benda itu
bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari manusia.jika kebutuhan terpenuhi,
maka apa yang kita cari untuk
berlangsungnya setiap aktifitas terlaksana.
Keinginan identic
dengan suka atau tidak sukanya seseorang
terhadap suatu barang atau jasa, dan hal ini bersifat subjektif tidak bisa
dibandingkan antar satu orang dengan orang lain. [3]Perbedaan
pilihan warna aroma, desai, dan sebagainya adalah cerminan mengenai perbedaan
keinginan. Secar umum, pemenuhan terhadap kebutuhan akan memberikan tambahan
manfaat fisik, spiritual, intelktual ataupun material. Sedangkan pemenuhan
keinginan akan menambah kepuasan atau manfaat psikis disamping manfaat lainnya.
Jika suatu kebutuhan
diinginkan oleh seseorang maka pemenuhan kebutuhan tersebut akan melahirkan
maslahah sekaligus kepuasan namun jika pemenuhan kebutuhan tidak dilandasi
keinginan maka hanya akan memberikan manfaat semata. Dalam kasus, jika yang
diinginkan bukan merupakan suatu kebutuhan maka pemenuhan keinginan tersebut
hanya akan memberikan kepuasan saja.
Kebutuhan adalah senilai dengan keinginan. Di
mana keinginan ditentukan oleh konsep kepuasan. Dalam perspektif islam
kebutuhan ditentukan oleh konsep maslahah. Pembahasan konsep kebutuhan dalam
islam tidak dapat dipisahkan dari kajian perilaku konsumen dari kerangka
maqasid syari’ah (tujuan syariah). Tujuan syariah islam adalah tercapainya
kesejahteraan umat manusia (maslahat-al-‘ibad). Oleh karena itu, semua barang
dan jasa yang memiliki maslahah akan dikatakan menjadi kebutuhan manusia.
Ajaran islam tidak melarang manusia untuk
memenuhi kebutuhan ataupun keinginannya selama dengan pemenuhan tersebut, maka
martabat manusia bisa meningkat. Semua yang ada di bumi ini diciptakan untuk
kepentingan manusia. Namun manusia diperintahkan untuk mengonsumsi barang atau
jasa yang halal dan baik saja secara wajar, tidak berlebihan. Pemenuhan
kebutuhan ataupun keinginan tetap dibolehkan, selama hal itu maupun menambah
maslahah atau tidak mendatangkan madharat.
3.
Mashlahah
dan kepuasan
Mashlahah adalah suatu
yang mengandung kebaikan, keberkahan, keselamatan, kebahagiaan dan kemanfaatan.
Maslahah adalah pemilikan atau kekuatan barang/jasa yang mengandung
elemen-elemen dasar dan tujuan kehidupan umat manusia di dunia ini dan
perolehan pahala untuk kehidupan akhirat.
Jika dilihat kandungan
maslahah dari suatu barang atau jasa yang terdiri dari manfaat dan berkah maka
disini seolah tampak bahwa manfaat dan kepuasan adalah identik. Sebagai contoh
adalah 2 orang, Adam dan Fajar. Sedang dalam keadaan yang sama (rasa lapar dan
kesukaan yang sama). Sama-sama mengonsumsi daging sapi. Adam tidak mempermasalahkan
kehalalan daging sapi, sehingga dia mengonsumsi daging sapi yang tidak halal.
Sementara itu, Fajar adalah orang yang selalu memegang teguh perintah Allah dan
oleh karena itu hanya makan daging sapi yang halal (disembelih dengan cara-cara
sesuai syariat). Fungsi kepuasan merupakan penentu apakah sebuah barang lebih
disukai atau tidak dibandingkan dengan barang lain.[4]
Asumsikan disini bahwa
sapi yang dikonsumsi kedua orang tersebut mempunyai kualitas fisik yang sama.
Disini akan bisa dilihat bahwa manfaat yang diterima oleh Adam tetap sama
dengan manfaat yang diterima oleh Fajar. Namun maslahah yang diterima Fajar
lebih besar daripada maslahah yang diterima oleh Adam. Hal ini mengingat bahwa
maslahah tidak saja berisi manfaat dari barang yang dikonsumsi saja maupun juga
terdiri dari berkah yang terkandung dalam barang tersebut.
Bagi Fajar, mengonsumsi
barang halal hanya karena patuh kepada perintah Allah. Dia merasa mendapat
pahala dari Allah karena tindakannya itu dan sekaligus dia merasakan berkah
dari kegiatannya itu. Seandainya Fajar khilaf dan memakan barang yang tidak
halal, maka dia akan merasakan adanya berkah yang lebih rendah dari kegiatannya
itu. Dibandingkan jika seandainya dia mengansumsi barang yang halal berkah yang
lebih rendah ini dating dari adanya dosa yang muncul karena melanggar larangan
Allah. Sebaliknya bagi Adam yang tidak mempermasalahkan kehalalan barang yang
dikonsumsi dia halal maupun yang haram. Dalam kasus ini maka kepuasan yang
didapat oleh Adam tidak bisa dikatakan
sebagai mashlahah melainkan hanya sekadar utilitas atau manfaat saja.
Dari contoh diatas
dapat disimpulkan bahwa kepuasan adalah merupakan suatu akibat dari
terpenuhinya suatu keinginan sedangkan maslahah merupakan suatu akibat atas
terpenuhinya suatu kebutuhan atau fitrah. Meskipun demikian terpenuhinya suatu
kebutuhan juga akan memberikan kepuasan terutama jika kebutuhan tersebut
disadari dan diinginkan sebagai missal ketika seseorang mengonsumsi suatu obat
atau jamu untuk mendapatkan tubuh yang sehat. Maka ia akan mendapatkan maslahah
fisik, yaitu kesehatan tersebut.
Jika rasa obat atau
jamu tersebut disukai atau diinginkan maka konsumen akan merasakan maslahah
sekaligus kepuasan. Namun jika konsumen tidak menyukai rasa obat atau jamu
tersebut. Maka ia akan mendapatkan maslahah meskipun tidak memperoleh kepuasan
saat itu.
Berbeda dengan kepuasan
yan gbersifat individualis mashlahah tidak hanya bisa dirasakan oleh individu.
Mashlahah bisa jadi disarankan oleh selain konsumen, yaitu dirasakan oleh
sekelompok masyarakat. Sebagai missal, ketika seseorang membelikan makan untuk
tetangga miskin. Maka mashlahah fisik atau psikis akan dinikmati oleh tetangga
yang dibelikan makanan. Sementara itu, si pembeli atau konsumen akan
mendapatkan berkah. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kegiatan muamalah dimungkinkan
diperoleh manfaat sekaligus berkah.
4.
Mashlahah
dan Nilai-nilai Ekonomi Islam
Penerapan prinsip
ekonomi yang tanpa diikuti oeh pelaksanaan nilai-nilai islam hanya akan
memberikan manfaat (maslahah duniawi). Sedangkan pelaksanaan sekaligus prinsip
dan nilai akan melahirkan manfaat dan berkah atau maslahah dunia akhirat.
Misalnya, seorang
konsumen yang memperhatikan prinsip kecukupan (sufficiency) dalam membeli
barang. maksudnya, ia akan berusaha untuk membeli sejumlah barang atau jasa
sehingga kebutuhan minimalnya tercukupi. Ia akan berusaha semaksimal mungkin
untuk mencukupi kebutuhan tersebut. Tanpa memandang ketersediaan barang bagi
orang lain. Dalam kasus ketika terjadi musim paceklik pertanian. Dimungkinkan
terjadinya kelebihan permintaan (barang yang dimintai melebihi barang yang
tersedia). Dalam jangka pendek, akan terdapat sebagian konsumen yang tidak
terpenuhi kebutuhannya. Lalu masalahnya siapakah yang terpenuhi kebutuhannya
dan siapakah yang tidak terpenuhi kebutuhannya?
Ketika konsumen hanya
mempertimbangkan aspek kecukupannya sendiri, maka ia akan berlomba-lomba dan
bersaing untuk memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa memperdulikan kebutuhan
orang lain. Jika misalnya, di pasar beras mendapat 2 orang konsumen, yaitu Adam
dan Fajar. Dan karena adanya musim paceklik, maka beras yang mampu disediakan
produsen beras hanya 100 kg per minggu. Fajar biasanya membutuhkan beras 70 kg
per minggu dan Adam membutuhkan 70 kg per minggu. Jika kemudian Adam dan Fajar masing-masing
hanya memikirkan kecukupan kebutuhannya masing-masing. Maka, mereka akan
bersaing untuk mendapatkan beras sebanyak-banyaknya. Dan pada akhirnya, mereka
yang mampu menawar dengan harga yang lebih tinggi akan mendapatkan beras
terlebih dahulu (sejumlah 70 kg) dan yang lain akan mendapatkan sisanya (30
kg). dalam hal ini Adam dan Fajar akan mendapatkan manfaat (duniawi sejumlah
beras yang ia beli yaitu sejumlah 100 kg untuk berdua. Meskipun sebagian
mendapatkan 30 kg dan yang lain mendapatkan 70 kg, namun yang perlu
diperhatikan bahwa keduanya hanya akan mendapatkan keberkaha nminimal karena
mereka masing-masing tidak memiliki niatan untuk beramal ketika melakukan
konsumsi.
Lain halnya jika Adam dan Fajar juga berpikir untuk
membantu orang lain ketika mereka berbelanja, maka mereka akan saling
memikirkan gaar tidak merugikan konsumen lainnya. Dalam hal ini, mereka Adam
maupun Fajar akan mempertimbangkan membeli beras sejumlah tertentu, sehingga
jangan sampai ada konsumen beras yang terhalangi membeli beras karenanya.
Oleh karena itu, mereka
akan rela mengorbankan sebagian kepentingannya. Untuk orang lain. Misalnya. Fajar
hanya akan membeli beras sejumlah 50 kg
saja dengan tujuan untuk memberi kesempatan konsumen lain (Adam). Menndapatkan
beras sejumlah yang cukup (50 kg). dalam hal ini, islam Fajar akan mendapatkan
berkah karena telah berniat menolong orang lain meskipun ia harus mengorbankan
manfaat (duniawi) yang ia peroleh. Hal ini akan dilakukan karena besarnya
maslahah total dipandang lebih besar ketika ia membeli beras 50 kg dengan
niatan menolong orang lain daripada ketika ia membeli beras 70 kg untuk
kepentingan dirinya sendiri.
Dua contoh diatas
menunjukkan bahwa manfaat dan berkah hanya akan diperoleh ketika prinsip dan
nilai-nilai islam bersama-sama diterapkan dalam perilaku perekonomian
sehari-hari. Sebaliknya, jika hanya prinsip saja yang dilaksanakan, misalnya
pemenuhan kebutuhan, makan aka nmenghasilkan manfaat duniawi semata. Keberkahan
akan muncul ketika dalam kegiatan ekonomi-konsumsi, misalnya disertai dengan
niat dan perbuatan yang baik seperti menolong orang lain, bertindak adil, jujur
dan semacamnya.
5.
Penentuan
dan Pengukuran Mashlahah bagi Konsumen
Besarnya berkah yang
diperoleh berkaitan langsung dengan frekuensi kegiatan konsumsi yang dilakukan.
Semakin tinggi frekuensi kegiatan yang ber-maslahah maka semakin besar pula
bekah yang akan diterima oleh pelaku konsumsi. Dalam al qur’an Allah
menjelaskan bahwa setiap amal perbuatan (kebaikan maupun keburukan) akan
dibalas dengan imbalan (pahala maupun siksa). Yang setimpal meskipun amal
perbuatan itu sangatlah kecil, bahkan sebesar biji sawi. Dengan demikian dapat
ditafsirkan bahwa mashlahah yang diterima akan merupakan perkalian antara
pahala dan frekuensi kegiatan tersebut. Demikian pula dalam hal konsumsi
besarnya berkah yang diterima oleh konsumen tertentu frekuensi konsumsinya.
Semakin banyak barang/jasa halal – thayyib yang dikonsumsi maka akan semakin
besar pula berkah yang akan diterima.
Selain itu, berkah bagi
konsumen ini juga akan berhubungan secara langsung dengan besarnya manfaat dari
barang atau jasa yang dikonsumsi hubungan disini bersifat interaksional, yakni
berkah akan dirasakan besar untuk kegiatan yang menghasilkan manfaat yang besar
pula. Begitu pula sebaliknya. Misalnya, ketika hindun membeli daging sapi yang
halal, maka ia akan mendapatkan berkah atas ketaatan membeli barang halal
tersebut. Jika Fajar membeli daging sapi untuk memenuhi kebutuhannya, sehingga
manfaatnya meningkat. Baik manfaat bagi kesehatan maupun materialnya. Maka mashlahah
total yang diperoleh Fajar juga akan meningkat. Disinilah Fajar akan merasakan
berkah yang lebih besar dalam pemberian daging sapi. Namun, sebaliknya jika
daging sapi yang dibeli oleh Fajar sudah tidak lagi memberikan tambahan
manfaat. Maka mashlahah total yang ia peroleh akan mulai menurun dan disinilah
hindunb akan merasakan adanya berkah total yang semakin menurun.
a. Formulasi
Mashlahah
Sebagaimana
yang telah dipaparkan tentangMashlahah yang mengandung unsur manfaat dan berkah.
Dapat ditulis sebagai berikut :
Di
mana M = F + B
(4.1)
M = mashlahah
F = manfaat
B = berkah
Sementara
itu, dalam paparan di muka telah disebutkan bahwa kenyataan berkah merupakan
interaksi antara manfaat dan pahala. Sehingga,
B
= (F) (P) ………………………………………….(4.2)
Di
mana P = pahala total
Adapun
pahala total, P adalah :
P = βip………………………………………………(4.3)
Di
mana βi adalah frekuensi
kegiatan dan p adalah pahala per unit kegiatan.
Dengan
mendubtitusi persamaan (4.3) ke persamaan (4.2), maka :
B = Fβi p…………………………………………….(4.4)
Selanjutnya
melakukan substitusi persamaan (4.4) ke persamaan (4.1), maka diperoleh :
M = F + βip
Ekspresi
di atas bias ditulis kembali menjadi :
M = F (1 + βip)……………………………………..(4.5)
Dari formulasi di
atas dapat ditunjukkan bahwa ketika
pahala suatu kegiatan tidak ada (misalnya ketika mengonsumsi barang yang haram
atau barang halal namun dalam jumlah berlebih-lebihan). Maka mashlahah yang
akan diperoleh konsumen adalah hanya sebatas menfaat yang dirasakan di dunia
(F). seperti contoh ketika seseorang
member lotere atau judi yang diharamkan maka ia tidak akan mendapatkan berkqah,
melainkan hanya manfaat duniawi saja seperti kemenangan atau kepuasan psikis.
Demikian juga sebaliknya
jika suatu kegiatan yang sudah tidak memberikan manfaat (di dunia) maka nilai
keberkahannya juga menjadi tidak ada sehingga maslahah dari kegiatan tersebut
juga tidak ada. Misalnya, penggemar rokok yang membeli rokok hanya akan
mendapatkan kepuasan saja. Dengan kata lain, maslahah yang ia dapatkan adalah
semu atau tiada. Hal ini karena tidak terdapatnya manfaat dari rokok bahkan
terdapata banyak bahaya (terutama bagi kesehatan). Oleh karena itu nilai pahala
yang keberkahan atas pembelian rokok juga tidak ada. Meskipun masih terdapat
perbedaan pendapat dari para ulama tentang keharaman merokok.
b. pengukuran maslahah konsumen
Untuk mengeksplorasi
konsep maslahah konsumen secara detail maka disini konsumen dibedakan menjadi
2, yaitu konsumen yang ditujukan untuk ibadah dan konsumsi untuk memenuhi
kebutuhan atau keinginan manusia semata. Contoh jenis konsumsi yang pertama
adalah pembelian barang/jasa untuk diberikan kepada orang miskin, sedekah, waqf
maupun ibadah lainnya. Sedangkan konsumsi jenis kedua, adalah konsumsi untuk
memenuhi kebutuhan atau keinginan manusia sebagaimana konsumsi sehari-hari kita
lihat terlebih dahulu maslahah dari konsumsi untuk ibadah.
Konsumsi ibadah pada
dasarnya adalah segala konsumsi atau menggunakan harta di jalan Allah (Fii
Sabilillaah). Islam memberikan imbalan terhadap belanja (konsumsi) ibadah
dengan pahala yang sangat besar, misalnya senilai 700 unit dan setiap kali
dilakukan amal kebaikan akan mendapatkan imbalan pahala yang sama, yaitu 700
kali lipat. Konsumsi ibadah ini meliputi belanja untuk kepentingan jihad.
Pembangunan sekolah, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah, dan amal kebaikan
lain. Besaran angka ini hanya menunjukkan suatu contoh bahwa imbalan pahala
suatu amal kebaikan adalah sangat besar dibandingkan dengan imbalan siksa atas
suatu perbuatan dosa (hal yang haram).
Besarnya berkah yang
diterima berkaitan dengan besarnya pahala dan maslahah yang ditimbulkan. Nabi
pernah mengatakan bahwa amal sedekah yang paling mulia (paling besar imbalan
berkahnya) adalah sedekahnya orang yang membutuhkan kepada orang lain yang
lebih membutuhkan. Hadis ini, menunjukkan bahwa besarnya manfaat atas suatu
amalan untuk menambah pahala dan berkah yang diterimanya.
Pelaku ibadah tidak akan merasakan manfaat duniawi bagi
dirinya, melainkan perasaan aman dan tentram akan berkah yang akan diberikan
Allah, baik di dunia dan di akhirat.Seperti membelanjakan harta untuk
pendidikan,penelitian, membantu umat islam dan sebagainya. Manfaat duniawi
ibadah mahdah ini tidak dinikmati secara langsung oleh pelakunya, maka
kandungan yang ada dalam maslahah yang diterima sepenuhnay berupa berkah, dan
nilai keberkahan ini selalu meningkat dengan semakin meningkatnya ibadah mahdah
yang dilakukan.
Ketika kegiatan duniawi diniatkan untuk beribadah, maka disamping
kegiatan itu akan memberikan manfaat bahkan juga akan memberikan
berkah bagi pelakunya.anggap sebagai contoh disini adalah kegiatan membeli
surat kabar yang dipergunakan untuk kepentingan sendiri dan umum (keluarga dan
tetangga) dan dilakukan secara berulang. Di sini, selain adanya berkah yang
bisa dirasakan oleh pelaku karena adanya niat baik, juga ada manfaat yang
dirasakan oleh meeka ikut memanfaatkan surat kabar.
Seperti contoh, Adam membeli surat kabar, maka ia akan mendapatkan manfaat
berupa sejumlah informasi yang berguna, misalnya senilai 10. Ketika ia membeli
2 surat kabar, maka ia akan mendapatkan tambahan manfaat senilai 8. Semakin
banyak surat kabar yang zaid beli, maka tambahan manfaatnya (misalnya
informasi) akan semakin berkurang. Demikian seterusnya sehingga besarnya
manfaat ini bisa dituliskan sebagaimana dalam tabel 4.3 kolom 2.
Di sisi lain, ketika Adam bertujuan baik dalam membeli surat kabar dan diniakan
unuk beribadah (menambah ketakwaan kepada Allah), maka zaid akan mendapatkan
berkah ketika membeli. Andaikan pahala dalam pembelian surat kabar senilai 27,
maka maslahah yang akan diterima Adam adalah penjumlahan dari manfaat dan berkah. Mashlahah
ini akan selalu meningkat selama jumlah barang yang dikonsumsi masih dalam
batas-batas yang diperbolehkan atau tidak berlebih-lebihan. Dalam kasus terjadi
pembelian berlebih-lebihan, maka nilai berkah akan turun menjadi nol atau
negatif dan hal ini berakibat pada menurunnya total mashlahah yang akan
diperoleh.
Kegiatan konsumsi terhadap barang/jasa yang dihalalkan atau mubah bisa
berubah menjadi sunnah ketika ditujukan untuk hal yang benar sehingga dapat
dinilai sebagai ibadah dan mendapatkan berkah.
Namun sebaliknya, jika kegiatan ini tidak diniatkan secara benar dan
menimbulkan kerugian (pada diri maupun pihak lain), maka perbuatan ini tidak
bisa dinilai sebagai ibadah. Kegiatan pembelian susu misalnya, bisa dinilai sunnah ketika ditujukan untuk
mendapatkan manfaat dan diniatkan untuk mendapatkan ridha Allah. Namun, jika
kegiatan ini dilakukan tanpa diringi dengan tujuan yang jelas, maka tidak bisa
dinilai sebagai ibadah.
Misalnya digambarkan mashlahah yang diperoleh ketika suatu
kegiatan ekonomi yang halal memberikan manfaat dan mendapatkan pahala sangat
kecil, yaitu satu unit per kegiatan. Manfaat dalam konsumsi susu bisa berbentuk gizi yang berguna bagi kesehatan.
Mashlahah yang muncul dari suatu kegiatan adalah hanya sebesar manfaat yang dirasakan oleh orang
yang melakukan hal itu. Hal ini disebabkan karena orang yang bersangkutan melakukan kegiatan
tersebut dengan tidak dilandasi dengan niat ibadah kepada Allah Swt. kondisi
ini tidak diinginkan oleh seorang muslim yang selalu mengejar mashlahah.
Sekarang mari kita lihat bagaimana mashlahah yang diterima seseorang uang
melakukan kegiatan haram. Perlu dilihat bahwa perbuaan haram menimbulkan dosa
sebagai hukuman kepada pelakunya. Hukuman tersebut bisa dianggap sebagai nilai
negatif dari pahala. Sebagai konsekuensi dari sifat maha Pemurah Allah Swt,
perbuatan haram ini “hanya” dikenakan hukuman (dosa) sebesar satu. Hal ini
diekspresikan sebagai pahala yang besarnya -1.
Dalam kenyataannya, kehadiran mashlahah tidak dengan mudah diidentifikasi
oleh konsumen, baik mashlahah duniawi maupun mashlahah akhirat. Keduanya
memerlukan pengetahuan dan ilmu yang cukup untuk mengetahuinya. Oleh karena
itu, perlu diketahui bagaimana mengetahui kehadiran manfaat dan berkah dalam
konsumsi.
c. karakteristik manfaat dan berkah dalam konsumsi
Ketika konsumen membeli suatu barang/jasa, maka ia akan
mendapatkan kepuasan dan atau mashlahah. Kepuasan akan diperoleh jika ia
berhasil memenuhi keinginannya dan keinginan ini bisa berwujud kebutuhan
ataupun sekadar kebutuhan semu. Kebutuhan semu ini muncul karena
katidaktahuan manusia tentang kebutuhan hidup manusia. Yang sesungguhnya
misalnya adalah rasa nikmat dalam makanan karena mengandung penyedap rasa yan
gsebeanrnya cukup membahayakan bagi tubuh manusia.
Di sisi lain, mashlahah
dalam konsumen muncul ketika kebutuhan riil terpenuhi, yang belum tentu dapat
dirasakan sesaat setelah melakukan konsumsi. Misalnya, ketika konsumen membeli
barang-barang tahan lama, seperti sepeda motor, kebutuhan riil baru diketahui
setelah sepeda motor dipergunakan berkali-kali, misalnya daya tahan sparepart,
factor keamann, nilai purna jual, dan sebagainya. Inilah mashlahah yang bsia
dirasakan langsung di dunia, yaitu berupa mashlahah fisi katau material.
Kepuasan yang dirasakan konsumen karena murahnya harga atau desain yang menarik,
anamun tidak awet. Adalah kepuasan yang lahir karena kebutuhan semu atau jangka
pendek.
Demikian pula
kemungkinan lahirnya madharat karena adanya kegiatan konsumsi terhadap hal yang
sia-sia atau tidak memberikan manfaat maupun hal-hal yang diharamkan.
Gambar Keberadaan Mashlahah
dalam Konsumsi
Mashlahah yang diperoleh konsumen
ketika membeli barang dapat berbentuk satu diantar hal berikut :
1.
Manfaat material, yaitu berupa
diperolehnya tambahan harta bagi konsumen akibat pembelian suatu barang/jasa.
manfaat material ini bisa berbentuk murahnya harga, diskon, murahnya biaya
transportasi dan searching, dan semacamnya. Larisnya pakaian dan sepatu obral
menunjukkan dominannya manfaat materiil yang diharapkan oleh konsumen.
2.
Manfaat fisik, dan psikis, yaitu berupa
terpenuhinya kebutuhan fisik atau psikis manusia, seperti rasa lapar, haus,
kedinginan , kesehatan, keamanan, kenyaman, harga diri, dan sebagainya. Mulai
berkembangnya permintaan rokok kadar rendah nikotin, kopi kadar rendah kaffein,
menunjukkan adanya manfaat fisik (kesehatan) pada rokok dan kopi.
3.
Manfaat intelektual, yaitu
berupaterpenuhinya kebutuhan akal manusia ketika ia membeli barang/jasa seperti
kebutuhan tentang informasi, pengetahuan, keterampilan, dan smeacamnya. Sebagai
missal, permintaan surat kabar, alat ukur suhu, timbangan dan sebagainya.
4.
Manfaat terhadap lingkungan (intra
generation) yaitu berupa adanya eksternalitas positif dari pembelian suatu
barang/jasa atau manfaat yang bisa diraskaan oleh selain pembeli pada generasi
yang sama. Misalnya mobil wagon dibandingkan dengan mobil sedan memiliki
manfaat eksternal lebih tinggi, yaitu memiliki kapasitas untuk mengangkut
banyak penumpang. Misalnya, kerabat dekat atau tetangga.
5.
Manfaat jangka panjang, yaitu
terpenuhinya kebutuhan duniawi jangka panjang atau terjaganya generasi masa
mendatang terhadap kerugian akibat dari tidak membeli suatu barang/jasa.
Pembelian bahan bakar biologis (bio – gas), misalnya akan memberikan memberikan
manfaat jangka panjang berupa bersihnya lingkungan meskipun dalam jangka pendek
konsumen harus membayar dengan harga lebih mahal.
Di
samping itu, kegiatan konsumsi terhadap barang atau jasa yang halal dan
bermanfaat (thayyib) akan memberikan berkah bagi konsumen. Berkah ini akan
hadir jika seluruh hal berikut ini dilakukan dalam konsumsi :
1)
Barang/jasa yang dikonsumsi bukan
merupakan barang haram. Barang/jasa yang diharamkan oleh islam tidaklah banyak,
yaitu babi, darah, bangkai, binatang yang dibunuh atas nama selain Allah atau
dipukul, perjudian, riba, zina, dan barang-barang yang najis atau merusak.
2)
Tidak berlebih-lebihan dalam jumlah
konsumsi.
3)
Diniatkan untuk mendapatkan ridha Allah
Swt.
KESIMPULAN
Konsumsi adalah bagian
dari penghasilan yang dipergunakan membeli barang atau jasa untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Konsumsi adalah kegiatan menggunakan, memakai, memanfaatkan,
dan menghabiskan suatu barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan dalam upaya
menjaga kelangsungan hidup.
Mengonsumsi yang baik,
benar dan sesuai syariah Islam adalah mengonsumsi makanan dan minuman yang
halal (tidak termasuk daftar makanan minuman dilarang agama). Al Qur’an
mencantumkan makanan yang dilarang agama yaitu daging babi (karena binatang
najis), darah, binatang yang disembelih dengan bukan nama Allah Swt. Mengonsumsi
yang baik benar adalah juga termasuk makanan selagi halal, tapi juga mengandung
kebaikan. Seperti mengandung gizi, dan tidak membahayakan bagi konsumen.
Kebutuhan merupakan
segala sesuatu yang harus dipenuhi agar suatu barang berfungsi secara sempurna.
Seperti, pakaian untuk menutup aurat, alas kaki sebagai pelindung kaki. Contoh
lain seperti atap rumah, pintu dan jendela. Yang semua benda-benda itu
bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari manusia.jika kebutuhan terpenuhi, maka apa yang kita cari untuk berlangsungnya
setiap aktifitas terlaksana.
Keinginan identic
dengan suka atau tidak sukanya seseorang
terhadap suatu barang atau jasa, dan hal ini bersifat subjektif tidak bisa
dibandingkan antar satu orang dengan orang lain. Perbedaan pilihan warna aroma,
desai, dan sebagainya adalah cerminan mengenai perbedaan keinginan. Secar umum,
pemenuhan terhadap kebutuhan akan memberikan tambahan manfaat fisik, spiritual,
intelktual ataupun material. Sedangkan pemenuhan keinginan akan menambah
kepuasan atau manfaat psikis disamping manfaat lainnya.
Mashlahah adalah suatu
yang mengandung kebaikan, keberkahan, keselamatan, kebahagiaan dan kemanfaatan.
Maslahah adalah pemilikan atau kekuatan barang/jasa yang mengandung
elemen-elemen dasar dan tujuan kehidupan umat manusia di dunia ini dan
perolehan pahala untuk kehidupan akhirat.
[1]
Sukarno Wibowo dan Dedi Supriadi,Ekonomi
Mikro Islam(Bandung:Pustaka Setia,2013),225.
[2]
Mahmudah,Ayat-Ayat Ekonomi Islam(Surabaya:CV
Salsabila Putra Pratama,2015),39.
[3]
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta,Ekonomi Islam(Jakarta:PT
Raja Grafindo Persada,2008),130.
[4]
AdiwarmaN A Karim,Ekonomi Mikro Islami(Jakarta:PT
Raja Grafindo Persada,2014),87.
Comments
Post a Comment