Makalah Puasa



MAKALAH FIQIH IBADAH

“PUASA”
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Ibadah
Yang dibimbing oleh : Dra. Hj. Busriyati M. A
 


Disusun Oleh :

                    Ø  RABIAH AL ADAWIYAH ISLAMEA                 (083143184)


Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Perbankan Syari’ah/Syariah
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) JEMBER
TAHUN 2014 / 2015




PUASA

A.    Pengertian puasa dan Perintah Pelaksanaannya
Puasa menurut bahasa berasal dari kata shaama-yashuumu-shiyamu, yang berarti menahan. Yaitu menahan dari segala sesuatu, seperti makan, minum, nafsu, karena mencari Ridha Allah. Puasa menurut istilah yaitu menahan diri dari makan, minum, berhubungan seksual dan hal-hal yang membatalkan puasa lainnya mulai dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari karena perintah Allah semata-mata, dengan disertai niat dan syarat-syarat tertentu. Puasa adalah ibadah pokok yang di tetapkan dalam 5 rukun islam yaitu rukun ke 4 setelah syahadat, shalat, zakat kemudian puasa. Puasa adalah sesuatu ibadat yang telah lama berkembang dalam masyarakat umat manusia sebelum islam. Hal ini diketahui dari QS. Al Baqarah ayat 183 yaitu “sebagaimana telah ditetapkan atas orang-orang yang sebelum kamu “ pada akhir sya’ban tahun yang kedua Hijrah, Allah Swt menurunkan perintah yang mewajibkan puasa, QS. Al Baqarah ayat 183-185, yang memfardhukan puasa atas umat islam supaya menyiapkan mereka menjadi orang-orang yang taqwa. Jadi puasa telah difardhukan atas umat-umat yang dahulu.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa
(QS: Al-Baqarah Ayat: 183)
Tingkatan puasa
Ada beberapa hal yang perlu diketahui dalam menjalankan ibadah puasa :
1.      Puasanya perut, dari makanan dan minuman
2.      Puasanya kelamin, dari bercampur dengan suami/istri
3.      Puasanya mata, dari melihat segala yang diharamkan
4.      Puasanya telinga, dari mendengar segala yang diharamkan
5.      Puasanya lidah, dari membicarakan segala yang diharamkan
6.      Puasanya seluruh anggota badan dari melakukan segala yang diharamkan
7.      Puasanya pikiran, dari segala rencana yang diharamkan



B.  Syarat Wajib dan Rukun Puasa

Syarat-syarat wajib puasa, yaitu
1.      Baligh (sudah cukup umur)
2.      Berakal (tidak gila atau mabuk) apabila mabuk karena minuman keras, wajib menqada’ puasa
3.      Memiliki kemampuan (tidak sakit, bukan orang tua yang lemah, bukan perempuan yang sedang menyusui anak)
4.      Tidak dalam perjalanan (bukan musafir)
5.      Tidak membahayakan pelaku puasa
6.      Tidak menyulitkan pelaku puasa

Syarat-syarat keabsahan Puasa

1.      Beragama Islam
2.      Beriman
3.      Berakal
4.      Tidak dalam keadaan pingsan atau tak sadar
5.      Suci dari haid dan nifas bagi perempuan
6.      Meninggalkan hal-hal yang membatalkan puasa


Rukun Puasa

1.      Niat ; yaitu menyengaja puasa Ramadhan, setelah terbenam matahari hingga sebelum fajar shadiq. Niat dilakukan pada malam harinya, dalam hati telah tergerak (berniat), bahwa besok harinya akan mengerjakan puasa wajib Ramadhan. Adapun puasa sunnah, boleh niatnya dilakukan pada pagi harinya. Bila pada awal malam seseorang telah berniat puasa keesokan harinya, tetapi kemudian tertidur dan tak terbangun sebelum azan subuh, atau disibukkan dengan sesuatu hingga tidak mengetahui tibanya subuh dan setelah itu dia baru menyadarinya, maka puasa yang dia lakukan dihukumi sah.
2.      Meninggalkan segala yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari.

C.  Hal-hal yang Tidak dan membatalkan puasa

Hal-hal yang membatalkan puasa, yaitu diantaranya :

1.      Makan dan minum disengaja. Seperti sengaja menelan apa yang tertinggal di sela-sela giginya maka puasanya batal. Apabila sesuatu keluar dari gusi seperti darah, selama tidak ditelan tidak akan membatalkan puasa, tetapi jika darah tersebut bercampur dengan air liur dan terserap kedalamnya maka itu dihukumi suci, atau tidak membatalkan puasa.
2.      Jimak (bersetubuh). Bersetubuh keluar atau tidak keluar mani sama-sama akan membatalkan puasa.
3.      Berbohong mengatasnamakan Allah SWT, Rasul Saw. Meskipun setelah itu dia bertobat dan mengatakan bahwa dia telah berbohong. Jika seseorang tidak tahu perkataannya adalah sebuah kebohongan, maka tidak membatalkan puasanya.
4.      Sampainya debu tebal ke tenggorokan. Dalam hal ini, jika masuknya debu tebal(seperti debu yang muncul ketika menyapu tanah kering) tersebut ke dalam rongga hidung dan mulut tanpa memasuki tenggorokan, tidak akan membatalkan puasa. Tetapi asap rokok akan membatalkan puasa
5.       Tetap dalam keadaan janabah, haid atau nifas hingga adzan subuh. Seseorang yang junub pada bulan ramadhan dan tidak mandi, seperti dalam keadaan tidur berlanjut hingga adzan subuh, maka puasanya batal. Tetapi tidak membatalkan puasa-puasa yang lain. Wanita yang mengalami darah penyakit, tidak diwajibkan puasa. Sebaliknya jika wanita yang dalam keadaan berdarah penyakit melakukan puasa dalam Ramadhan, maka tetap harus wajib mengqada’ puasanya.
6.      Muntah dengan sengaja. Baik pelaku puasa karena terpaksa, sakit dan sebagainya, puasanya tetap akan menjadi batal.
7.      Memasukkan seluruh kepala ke dalam air. Jika pelaku puasa sengaja memsukkan kepalanya ke dalam air dan memasuki telinga, maka batal puasanya dan harus mengkada puasanya.
8.      Melahirkan anak atau keguguran.
9.      Murtad, yakni keluar dari agama Islam.

Hal-hal yang tidak membatalkan puasa
1.      Makan dan minum karena lupa atau tidak sengaja
2.      Mimpi berijma’ dan keluar mani
3.      Menitikkan obat ke telinga
4.      Bersikat gigi, menelan liur.
5.      Bercelak dan meneteskan sesuatu ke dalam mata
6.      Membunuh dengan tidak sengaja
Uzur-uzur yang memperbolehkan membatalkan puasa
1.      Orang sedang dalam perjalanan (musafir)
2.      Sakit. Penyakit yang membolehkan pembatalan puasa  ialah penyakit yang jika seseorang berpuasa menimbulkan penyakitnya akn bertambah parah, atau kesembuhannya membutuhkan waktu lama. Seseorang yang mengetahui bahwa puasa akan menimbulkan bahaya baginya atau khawatir akan menimbulkan sakit atau memperprah sakit, maka dia harus meninggalkan puasanya. bila dokter mengatakan bahwa berpuasa membahayakannya sementara pengalamannya mengatakan tidak berbahaya baginya, maka dia wajib puasa. Seseorang tidak boleh membatalkan puasanya hanya karena kondisi tubuhnya yang lemah, tetapi bila kondisinya sedemikian lemah sehingga ia tidak mampu atau sangat sulit menanggungnya, maka dia diperbolehkan untuk membatalkan puasanya.
3.      Masa tua



Hal-hal Sunnah dalam puasa:

1. Menyegrakan berbuka puasa apabila telah nyata dan yakin bahwa matahari sudah terbenam.
2. Berbuka dengan kurma, sesuatu yang manis, atau dengan air.
3. Berdoa sewaktu berbuka puasa.
4. Makan sahur sesudah tengah malam, dengan maksud supaya menambah kekuatan ketika puasa.
5. Menta’khirkan makan sahur sampai kira-kira 15 menit sebelum fajar.
6. Memberi makanan untuk berbuka kepada orang yang puasa.
7. Menjauhi dari ucapan-ucapan yang tidak senonoh
8. Memperbanyak I’tikaf dimasjid
9. Hendaklah memperbanyak sedekah selama dalam bulan puasa (ramadhan).
10. Menjaga lisan dari perkataan yang tidak berfaidah. Seperti seperti menggunjing (ghibah) atau mengadu domba.
11. Memperbanyak membaca Alquran dan mempelajarinya (belajar atau mengajar) karena mengikuti perbuatan Rasulullah Saw.



D.   Jenis-jenis Puasa

1.      Puasa wajib atau Puasa fardhu. Ialah puasa Ramadhan
2.      Puasa Qada’. Puasa yang wajib ditunaikan karena berbuka dalam bulan Ramadhan, disebabkan ‘udzur, seperti sakit, haid, nifas, dan lain-lain. Seseorang yang tidak mengetahui apakah dirinya memiliki tanggungan Qada’ puasa atau tidak, jika dia berpuasa dengan niat apa yang secara syar’i menjadi tugasnya, baik puasa Qada’ atau puasa mustahab dan pada hakikatnya dia memiliki tanggungan puasa Qada’. Maka puasa ersebut akan terhitung sebagai puasa Qada’.
3.      Puasa Tathawwu’atau sunnah. Puasa hari Arafah (9 Dzulhijjah/ selain mereka yang berhaji), Puasa 6 hari dalam bulan syawal, Puasa hari senin dan kamis, Puasa pada bulan Dzulhijjah, Dzulqaidah, Rajab, Sya’ban dan 10 Muharram, Puasa tanggal 13,14, dan 15 pada tiap-tiap bulan Qamariah, Berpuasa sehari dan berbuka sehari (puasa Nabi Daud).
4.      Puasa nadzar. Ialah puasa wajib yang difardhukan sendiri oleh seseorang muslim atas dirinya untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Puasa nadzar wajib dilaksanakan pada waktu-waktu yang tidak jatuh pada hari yang diharmkan puasa
5.      Puasa kaffarat. Ialah puasa wajib ditunaikan karena berbuka dengan sengaja dlam bulan Ramadhan, bukan karena sesuatu ‘udzur yang dibenarkan syara’, karena bersetubuh dengan sengaja dalam bulan Ramadhan disiang hari, membunuh dengan tidak sengaja, karena mengerjakan sesuatu yang diharamkan haji, serta tidak sanggup menyembelih binatang, karena merusak sumpah dan berdhihar terhadap istri.
6.      Puasa makruh, seperti puasa pada hari jum’at. Sebagian besar ulama’ fiqih sepakat puasa pada hari jum’at adalah makruh hukumnya, puasa wishal (bersambung) ialah puasa selama 2 hari ke atas tanpa diselingi dengan berbuka sama sekali, Puasa di hari Arafah bagi orang yang lagi melaksanakan wukuf.
7.      Puasa haram, seperti puasa pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, puasapada hari tasyrik, yaitu tiga hari sesudah hari raya Adha (tanggal 11-13)  bulan zulhijjah, Hari Syak, yakni tanggal 30 Sya’ban yang tiada terlihat hilal pada malamnya, Puasa terus menerus berturut-turut sepanjang masa. Adapun puasa yang haram dialkukan adalah puasa wanita tanpa seizing suaminya yang tidak  sedang berpergian dan dalam keadaan sehat, apabila wanita tersebut sedang menjalankan puasa nadzar tetapi tanpa seizing suami, kemudian sang suami ingin melakukan hubungan intim dengan istrinya tersebut, maka ia berhak membatalkan puasanya dan ia tidak menanggung dosa.

E.   Hikmah Puasa
Ada hikmah yang berdampak secara individual dan secara sosiologis.
Hikmah yang brdampak secara individual adalah :
1.      Untk meningkatkan ketaatan kepada Allah Swt dan Muhammad Saw
2.      Untuk menghilangkan hawa nafsu.
3.      Untuk mendapatkan pengampunan.



Hikmah yang berdampak secara sosiologis adalah
1.      Untuk meningkatkan pengawasan nurani terhadap segala tindakannya.
2.      Untuk menanamkannya rasa persamaan antara si kaya dan si miskin.
3.      Untuk membiasakan diri berbuat baik pada orang lain.
4.      Untuk menumbuhkan rasa iba terhadap orang orang-orang miskin.
5.      Untuk menumbuhkan rasa kasih sayang terhadap fakir.
6.      Untuk menumbuhkan jiwa yang ikhlas terhadap sesama dan terhadap tuhan.
7.      Untuk menghilangkan sikap sombong terhadap orang lain.
8.      Untuk membiasakan diri jauh dari perbuatan maksiat.

Hikmah dan manfaat Puasa lainnya, yaitu  Menurut Prof. Dr. Made Astawan, makanan dan pola makan yang sehat dapat memenuhi kebutuhan nutrisi pada saat menjalankan ibadah puasa. Hal ini juga akan menjadikan tubuh kita tetap berenergi dan sehat selama menjalankan berpuasauntuk memudahkan panduan kalori dalam penyusunan pola makan, dapat mengikuti pembagian porsi energi seperti ini, yaitu 10-15% saat berbuka, 30-35% saat makan malam, 10-15% setelah selesai sholat tarawih, dan 30-35% saat sahur. Jika tubuh kita sehat selama berpuasa, otomatis ibadah-ibadah yang lain pun dapat kita laksanakan dengan baik. Ibadah puasa yang diwajibkan Allah SWT kepada setiap muslim dan muslimat adalah ibadah yang ditujukan untuk menghamba kepada Allah seperti yang tertera dalam QS. Al- Baqarah: 183. Hikmah dari ibadah puasa adalah adalah melatih manusia untuk sabar dalam menjalani hidup. Maksud dari sabar yang tertera dalam al-Quran adalah ‘gigih dan ulet’ seperti yang dimaksud dalam QS. Ali Imran : 146.
وَكَأَيِّن مِّن نَّبِىٍّ قَٰتَلَ مَعَهُۥ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا۟ لِمَآ أَصَابَهُمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا۟ وَمَا ٱسْتَكَانُوا۟ ۗ وَٱللَّه يُحِبُّ ٱلصَّٰبِرِينَُ

Tidak ada doa mereka selain ucapan: "Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir".
(QS: Ali Imran Ayat: 147)















Daftar Pustaka

Muhammad, Musyafiqi Ridha. 2013. Darras Fiqih Ibadah. Jakarta : Penerbit Nur Al – Huda.
Dr. Al-Qardlawi, Yusuf. 1997. Fiqih Puasa. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Prof. Dr. H Ahmad, Raya Thib M.A. dan Dr. Hj. Siti, Mulia Musdah M.A. 2003. Melayani seluk beluk ibadah dalam islam. Bogor : Prenada Media.
Prof. Dr. Ash Shiddieqy, Hasbi. 1998. Pedoman Puasa. Semarang : PT. Pustaka Putra.
Dr. Al Zuhayly, Wahbah. 2005. Puasa & I’tikaf. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.







Comments

Post a Comment

Popular Posts